ISLAM DAN KOMUNIKASI
Islam sebagai wahyu yang diberikan oleh Allah SWT
merupakan petunjuk bagi kehidupan manusia dalam segala hal termasuk berkomunikasi
dengan baik sesuai dengan akidah yang telah diajarkanya dengan pedoman Al
Qur’an sebagai sandaran.
Dalam dunia komunikasi, umat Islam diharapkan mampu
berkompetisi sehingga pengendalian informasi komunikasi dapat diarahkan untuk
meningkatkan hubungan baik antar manusia (hablumminannas) dan antara manusia
dengan Allah (hablumminallah). Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang
islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang
berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan
hadis (sunah Nabi).
Komunikasi melibatkan pesan antara komunikator dan
komunikan. Jika pesan merupakan bahan yang akan disampaikan kepada komunikan,
maka sumber pesan dalam komunikasi Islam ada 3 (tiga) kelompok, yaitu:
·
Sumber Primer.
Alquran dan Hadis Nabi Muhammad Saw, sedangkan pada komunikasi umum informasi
yang bersifat primer didapatkan dari pemegang otoritas secara langsung (first
hand information), seperti tesis, surat, jurnal, dan sebagainya.
· Sumber Sekunder. Ijma’,
qias, masālih al-mursalah, fatwa sahabat, amal penduduk Madinah, informasi dari
tamaddun/peradaban lainnya, sedangkan pada komunikasi umum yang menjadi sumber
sekunder komunikasi adalah tulisan atau perkataan yang menjelaskan sumber
primer, seperti indeks, abstraksi, bibliografi, dan sebagainya.
· Sumber Tertier. Pesan/informasi
atau ilmu yang dikembangkan dari sumber sekunder yang memunculkan ilmu-ilmu
baru, sedangkan pada komunikasi umum sumber tertiernya adalah suatu informasi
tentang sesuatu yang hal yang berkaitan dengan informasi-informasi lainnya,
seperti bibliografi untuk bibliografi, buku tahunan atau laporan tahunan, dan
sebagainya
Komunikasi Islam menekankan dua hal yaitu :
·
Pesan (message),
yakni risalah atau nilai-nilai Islam
·
Cara (how),
yakni tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa.
Dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai
panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat
mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam
perspektif Islam. Gambaran secara umum mengenai prinsip-prinsip komunikasi dan
gaya bicara dalam berkomunikasi, diantaranya yaitu :
1.
Prinsip Qaulan Sadida (قَوْلًا
سَدِيدًا)
Qaulan Sadidan berarti
pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi
(materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Ucapan yang benar adalah
yang sesuai dengan Al-Quran, Assunnah, dan Ilmu. komunikasi Islam harus
menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja,
jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
“Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir atas
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (Q.s.
al-Nisa': 9).”
2.
Prinsip Qaulan Baligha (قَوْلًا بَلِيغًا)
Qaulan Baligha artinya
menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.
“Mereka
itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.”
(Q.s. an-Nisa': 63).”
3.
Prinsip Qaulan Ma’rufa (قَوْلًا
مَعْرُوفًا)
Qaulan Ma’rufa artinya
perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak
kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
“Dan
jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang
engkau hrapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut” (QS
An-Nissa :8).
4.
Prinsip Qoulan Karima (قَوْلًا
كَرِيمًا)
Qaulan Karima adalah perkataan
yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar,
lemah-lembut, dan bertatakrama.
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan
‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan
Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).
5.
Prinsip Qaulan
Layyina
Qaulan Layina berarti
pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh
keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Yang dimaksud layina ialah kata kata
sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang
lemah-lembut…”(QS. Thaha: 44).
6.
Prinsip Qaulan
Maysura (قَوْلًا مَيْسُورًا)
Qaulan Maysura bermakna
ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh
komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal
yang menggembirakan.
“Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS.
Al-Isra: 28).
Contoh kongkrit
dari islam dan komunikasi :
Salah satu contoh di kehidupan sehari-hari mengenai
islam dan komunikasi adalah ketika kita berinfak. Berinfak merupakan komunikasi
secara tidak langsung kepada Allah SWT. Berinfak merupakan ibadah yang
dikerjakan oleh umat manusia tetapi tidak secara langsung atau melalui
perantara, tetapi walaupun memakai perantara tetap ditujukan untuk Allah dan
senantiasa mengharap ridha-Nya.
Selain itu Rasulullah SAW dapat kita jadikan sosok
tauladan dalam berkomunikasi sesuai dengan nilai-nilai islam. Komunikasi yang
dilakukan oleh Rasulullah kepada keluarganya sebagai berikut :
Abu Sulaiman Bin Al Huwairi berkata, kami datang
kepada Rasulullah SAW dan kami tinggal bersamanya selama dua puluh hari.
Tenyata Rasulullah SAW orang yang dipenuhi oleh kasih sayang dan kelembutan
kepada keluarganya sehingga kami menjadi rindu kepada keluarga kami. Kemudian
beliau menanyakan keluarga yang kami tinggalkan, maka kami menceritakannya
kepada beliau. Kemudian beliau bersabda: “pulanglah kepada keluargamu dan
penuhilah hak-hak mereka serta didiklah mereka dan berbuat baiklah kepada
mereka……”
·
Memanggil nama
anggota keluarganya dengan panggilan yang menyenangkan
Seperti ketika Rasulullah memanggil
Fatimah dengan sebutan “Wahai Ananda”dan memanggil Aisyah dengan sebutan “Ya
Humairo’) atau Ya AaIsy (orang-orang yang hidup).
·
Berkomunikasi
tanpa emosi.
Berkomunikasi tanpa emosi membuat beliau
dapat menyampaikan pesan sesuai dengan misinya. Sehingga beliau bisa berbicara
dengan kata-kata yang berbobot, penuh makna, mengandung nilai-nilai kebaikan
dengan penuh kelembutan. Sekalipun ketika beliau menegur Aisyah di saat tidur
setelah sholat subuh, beliau bersabda kepadanya: “Hai Aisyah, jemputlah rizkimu
dan janganlah engkau menolaknya.”
·
Beliau
menyampaikan pesan dengan kalimat yang sederhana (tidak bertele-tele).
Ketika Aisyah marah, Rasulullah bersabda
kepadanya: “Hai Aisyah, berlaku lembutlah, sesungguhnya apabila Allah
menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga maka Allah akan memberikan
kelembutan kepada mereka."
·
Berlapang dada
Berlapang dada dengan kelemahan yang ada
dalam anggota keluarga, sehingga komunikasi dimulai dengan memaafkan kesalahan
mereka terlebih dahulu. Anas berkata: “saya tidak pernah mendengar Rasulullah
SAW berkata, mengapa kamu tidak melaksanakan ini, mengapa kamu tidak
melaksanakan itu, mengapa kamu tidak begini dan mengapa kamu tidak begitu.
Padahal dia tinggal bersama Rasulullah selama sepuluh tahun."
Komentar
Posting Komentar